Minggu, 17 November 2013

AJARAN SINKRETISME DI INDONESIA

Sebagiaan besar masyarakat Indonesia yang beragama apapun tidak lepas untuk mempercayai keyakinan di luar ajaran agama yang dianutnya. Kepercayaan itu timbul bisa karena suatu kejadian yang mereka alami atau karena ketidakmapuannya menyelesaikan masalah. Keyakinan itu kemudian diadopsi ke dalam agama yang dipeluk. Maka terjadilah ajaran agama yang sinkretis.

Mayoritas penganut aliran kebatinan atau kepercayaan sebenarnya pemeluk agama Islam yang menganggap bahwa agama itu sama atau paling tidak mereka tidak terlalu kuat memegangi syariat Islam. Mereka lebih patuh dan taat kepada ajaran leluhur dan berkeyakinan bahwa Islam adalah agama impor yang tidak mesti sesuai dengan adat Jawa. Tidak sedikit istilah Islam dalam bahasa Arab diplesetkan. 
Artikel ini menguraikan akar terjadinya sinkretisme, sejarah perkembangan aliran kepercayaan, sifat dan karasteristiknya, serta fenomena- fenomena  yang terjadi seputar aliran kepercayaan. Artikel ini juga menguraikan bagaiman mengkaji fenomena sinkretis ini.

Indonesia adalah negara yang membolehkan penduduknya memeluk berbagai macam agama yang diakui secara resmi yaitu Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, dan Buddha. Meski demikian bagi penduduk yang tidak menghendaki menjadi pemeluk salah satu agama, diperbolehkan juga menganut keyakinan atau ajaran di luar agama, meskipun secara konstitusional hal tersebut masih diperdebatkan.
Keyakinan di luar ajaran agama itu disebut dengan "Aliran Kepercayaan dan Kebathinan" atau dikenal juga dengan nama; Kejawen, HPK, Klenik, Ngelmu Tuwa, dan lain sebagaimananya.
Pembawa ajaran ini adalah guru kebathinan yang mengaku bahwa ajaran yang ia sebarkan itu berasal dari Tuhan melewati wahyu atau wisik, peling dan lain sebagaimana yang diwahyukan kepadanya.

Karena aliran tersebut banyak ragamnya agar mencakup secara keseluruhan maka melalui Munas Nasional Kepercayaan ke III 18 Nopember 1979 Aliran Kepercayaan dan Kebathinan itu dinamakan HPK (Himpunan Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa). Penamaan aliran ini dengan kepercayaan memiliki tujuan tertentu yaitu agar keberadaannya dibenarkan oleh kata '........kepercayaannya itu' dalam UUD'45 pasal 29, ayat 2 yang berbunyi: "Negara menjamin kemerdekaannya tiap-tiap  penduduk untuk memeluk agamanya masing- masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Pada kenyataannya sebagian besar masyarakat Indonesia yang beragama apapun tidak lepas untuk mempercayai keyakinan di luar ajaran agama yang dianutnya. Kepercayaan itu timbul seiring dengan kejadian yang dialami seseorang. Karena ketidakmampuannya menyelesaikan masalah, maka ia mencari jalan keluar yang mungkin dapat menolong, walaupun jalan itu tidak memiliki dasar di dalam agama yang dipeluknya. Keyakinan itu akhirnya diadopsi ke dalam agama yang dipeluknya. Maka terjadilah ajaran agama yang sinkretis, sebagaimana yang terjadi pada masyarakat muslim awam khususnya di Jawa. Tidak sedikit orang muslim yang dalam kehidupan hariannya menjalankan sesaji, mempercayai tahayyul, meyakini adanya kekuatan spiritual dalam sebuah benda, mempercayai kekuatan magis dalam benda tertentu, mengkultuskan nenek moyang dan sebagainya yang semuanya bertentangan dengan ajaran Islam.

Kepercayaan masyarakat Jawa telah melembaga menjadi adat istiadat bahkan menjadi norma yang harus ditaati. Clifford Geertz kemudian menyebutnya sebagai "agama Jawa" dan secara umum dikenal juga dengan istilah "Kejawen" (Clifford Gertz " The Religion of Java"  (Canada: First Free Press Paperback 1969) Second Edition p 312)
Pelestarian adat istiadat dan norma ini dapat melewati pengajaran dari mulut ke mulut atau juga melewati literatur budaya sejak zaman kerajaan di Jawa seperti Yogjakarta dan Surakarta. Literatur yang diterbitkan pihak kerajaan, dikarang oleh raja atau pujangga keraton, dalam bentuk sejarah yang banyak mengandung mitos dan primbon yang mengandung berbagai ramalan memiliki pengaruh kuat di kalangan masyarakat Jawa. Buku Babad Tanah Jawa, Serat Centini, Serat Wedhatama, Ramalan Jayabaya, Wirid Hiadayat Jati adalah nama- nama buku yang berpengaruh di kalangan masyarakat Jawa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar