
Sesungguhnya
waktu atau zaman adalah salah satu nikmat terbesar Allah SWT yang
dianugerahkan kepada manusia. Waktu adalah kesempatan emas yang
diberikan Allah SWT kepada kita untuk melakukan sesuatu yang dapat
mengantar kita meraih rahmat Nya dalam episode kehidupan di akhirat.
Kegagalan memanfaaatkan waktu di dunia untuk melakukan aktivitas yang
bernilai ibadah berarti petaka mengerikan di akhirat kelak.
Abdul
Fattah Abu Ghadah dalam "Qimatuzzaman" mengutip firman Allah SWT yang
mencela orang- orang kafir karena kegagalan mereka memanfaatkan umur
dengan membiarkan diri mereka kafir dan tidak beriman kepada Allah SWT
padahal telah diberi kesempatan waktu dan umur panjang untuk beriman
kepada NYA, dalam QS Al Fathir: 37 yang artinya: "....dan mereka berteriak di dalam neraka itu: Ya Tuhan Kami keluarkanlah
Kami niscaya kami akan mengerjakan amal yang saleh berlainan dengan
yang telah Kami kerjakan ", dan apakah kami tidaak memanjangkan umurmu
dalam masa yang cukup untuk berpikir dan apakah Kami tidak memanjangkan
umur mu dalam masa yang cukup utntuk berfikir dan (apakah tidak) tidak
datang kepada kqmu pemberi peringtan? Maka rasakanlah azab Kami dan
tidak ada bagi orang- orang yang dzalim seorang penolongpun".
Dalam
ayat ini Allah SWT menjadikan nikmat umur panjang sebagai faktor untuk
berfikir dan kesempatan untuk beriman dan menetapkan umur yang yang
tidak lain adalah waktu kehidupan manusia sebagai hujjah (argumentasi)
untuk manusia sebagaimana Allah SWT menetapkan kehadiran rasul pemberi
peringatan sebagai sebagai argumentasi pula.
Ibnu Katsir menafsirkan ayat diatas sebagai berikut "Bukanlah engkau telah
hidupa selama bertahun- tahun yang jika engkau termasuk orang yang
memanfaatkannya untuk kebenaran niscaya engkau akan mendapatkan manfaat
dengannya?"
Qatadah menyatakan, "Ketahuilah bahwa umur panjang adalah hujjah maka kami berlindung kepada Allah SWT dari kecaman karena umur panjang."
Salah satu bukti yang menunjukan betapa bernilainya zaman yang kita hidup di dalamnya adalah fakta bahwa Allah SWT sendiri bersumpah menggunakan zaman dalam banyak ayat. Salah satunya adalah surat Al 'Ashr: "1. Demi masa 2. Sesungguhnya manusia itu benar- benar dalam kerugian 3. Kecuali orang- orang yang beriman dan mengerjakan amal soleh dan nasehat- menasehati supaya mentaati kebenaran dan menasehati supaya menetapi kesabaran".
Salah satu bukti yang menunjukan betapa bernilainya zaman yang kita hidup di dalamnya adalah fakta bahwa Allah SWT sendiri bersumpah menggunakan zaman dalam banyak ayat. Salah satunya adalah surat Al 'Ashr: "1. Demi masa 2. Sesungguhnya manusia itu benar- benar dalam kerugian 3. Kecuali orang- orang yang beriman dan mengerjakan amal soleh dan nasehat- menasehati supaya mentaati kebenaran dan menasehati supaya menetapi kesabaran".
Dalam
menafsirkan ayat- ayat ini, secara singkat Al Imam FAkhrurrazi
menyatakan bahwa Allah SWT bersumpah dengan waktu sebab keajaiban-
keajaiban yang terkandung di dalamnya. Di dalamnya terjadi kebahagiaan
dan kesedihan, sehat dan sakit, serta kaya dan fakir dan karena umur
memang tidak ternilai harganya.
Jika
seseorng menyia-siakan waktu selama seribu tahun untuk melakukan hal-
hal yang tidak berguna kemudian ia bertaubat dan meraih husnul khatimah
dalam detik- detik akhir kehidupannya maka ia akan berada di surga
selamanya. Dengan demikian ia akan menyadari bahwa hal yang paling
berharga adalah waktu hidup dalam detik- detik akhir menjelang
kematiannya tersebut. Karenanya zaman termasuk pokok- pokok nikmat
sehingga Allah SWT bersumpah dengannya.
Allah
SWT juga mengingatkan bahwa waktu malam dan sian adalah kesempatan yang
telah disia-siakan manusia dan menjelaskan bahwa lebih berharga dari
tempat sehingga Allah SWT bersumpah dengannya karena zaman adalah nikmat
yang bersih tanpa cela/ Yang rugi mendapat celaan adalah manusia.
Dalam sebuah hadist Rasulullah SAW menyatakan yang artinya "Dua nikmat yang banyak manusia mendapat kerugian yaitu kesehatan dan waktu luang".
Seseorang
yang dikarunia kesehatan kadang tidak memiliki waktu luang karena sibuk
dengan pekerjaannya. Orang yang dikarunia kekayaan kadang dirudung
sakit. Celakannya jika kesehatan dan kekayaan menyatu dalam diri
seseorang muncul rasa malas untuk beribadah.
Inilah yang disebut dengan kerugian.
Dalam
menghadapi tahun baru hijriah 1435 marilah kita membangun komitmen
untuk tidak menjadi orang- orang yang merugi. Kita harus senantiasa
menyadari bahwa dunia adalah sawah ladang akhirat. Siapapun yang
memanfaatkan kesehatan dan waktu luangnya untuk berbuat kebaikan maka ia
termasuk orang yang berbahagia.
Sebaliknya siapapun yang menggunakan kedua untuk melakukan maksiat maka ia termasuk orang yang mengalami kerugian. Wallahu A'lam
(Dikutip
dari "Qimatuzzaman" karya Abdul Fatah Abu Ghadah) disadurkan oleh
Buletin Dakwah Hawariy Jabar "Media Komunikasi Muhibin Abuya Prof. DR.
Muhammad Alawi Al Maliki )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar